Selamat sore! Senang sekali bisa kembali menyuguhkan postingan baru untuk para pembaca ^^
Yak, karena cerita kali ini lumayan panjang, aku langsung saja ya? Selamat menikmati 'Rapuh'....
**
Dulu, aku punya sebuah kisah yang
dapat kuceritakan. Sebuah kisah yang begitu indah hingga semua orang yang
membacanya akan menjerit di dalam hati karena iri. Potongan demi potongan
keindahan yang harusnya dapat kusatukan menjadi lembaran sempurna. Hal-hal yang
begitu lembut mengalir dalam kehidupan nyataku, merekalah inspirasiku. Dulu.
Wanita, tak ubahnya dengan
makhluk-makhluk lain, hidup untuk mencari kesempurnaan. Mereka ingin
kecantikan, tubuh yang indah, barang-barang bermerek yang mahal, serta pria
sempurna sebagai pendampingnya. Tiga hal pertama dapat dengan mudah didapatkan.
Namun tidak begitu dengan yang terakhir. Pria sempurna.... Mereka tidak ada.
Hanya saja, sayangnya, aku mengenal
satu pria ini.... Bagiku ia...nyaris sempurna. Wajah tampan, tinggi dan atletis,
pintar, kaya, dan segala hal yang mugnkin wanita inginkan ada padanya. ‘Casanova’kah panggilannya? Ya, mungkin
begitu. Aku hanya lebih suka dengan julukan ‘Pheromone Machine’. Ah, mungkin kalian harus tahu bahwa pria yang
aku deskripsikan barusan adalah abangku. Terima kasih banyak.
Yang kupelajari dari abangku
adalah...pria sepertinya yang dikelilingi oleh banyak wanita tidak mudah
membuat komitmen. Mereka lebih suka bebas daripada terkungkung oleh satu
wanita. Kecuali, jika wanita yang berani mengambil perhatian si casanova ini istimewa. Wanita yang
selalu membuat casanova seperti
abangku kebingungan dan penasaran dengan satu pertanyaan tanpa jawaban di
kepalanya, “Kenapa ini tidak berpengaruh padanya?” lalu memutuskan untuk mendekati
wanita istimewa ini hingga rasa penasaran mereka terjawab.
Kalian tahu hal apalagi yang
kupelajari darinya? Bahwa casanova
yang sudah berkomitmen dengan orang yang tepat akan berubah menjadi pria
overprotektif tinggat tinggi. Mereka menjadi begitu sensitif dengan kepunyaannya
yang sangat berharga. Mungkin sedikit goresan saja akan memicu emosinya.
Aku sangat berbahagia untuk mereka,
abangku dan tunangannya yang cantik. Dalam waktu dekat pernikahan akan
dilaksanakan dan mereka akan memiliki kehidupan seperti di dalam dongeng;
bahagia untuk selamanya. Bukankah itu bagus?
Seminggu sebelum pernikahan, mereka
merencanakan sebuah pesta di villa pribadi milik abangku untuk teman-temannya.
Sebuah acara makan malam bersama sambil melihat lautan bintang di langit malam
dari atas bukit. Bukankah itu menyenangkan? Aku selalu menyukai bintang!
Rencana telah disusun, undangan
telah disebar, dan pesta dimulai!
Mereka semua bersenang-senang. Pesta
begitu ramai dan meriah. Seluruh teman abangku dan tunangannya berdiri di pekarangan
villa sambil memandangi bintang. Sayang aku jatuh tertidur terlalu cepat
sehingga abangku harus rela meninggalkan tunangannya yang cantik sementara ia
mengantarku ke dalam kamar.
Hanya beberapa puluh menit saja aku
tertidur karena keributan terpecah di luar sana. Yang menyadarkanku adalah
teriakan panik abangku. Ia meneriakkan nama tunangannya terus-menerus. Penasaran
apa yang terjadi, aku kembali bergabung dalam pesta yang sudah nyaris bubar ini
dengan nyawa yang belum terkumpul seluruhnya.
Semua orang berlalu-lalang dalam
kepanikan, meneriakkan hal yang sama dengan abangku. Kudekati pria yang sedang
panik itu, menggenggam ujung bajunya erat. Ia menoleh, lalu ada seseorang yang
berteriak. Belum sempat otakku memprosesnya, abangku telah melarikan kakinya
menuju sumber suara.
Tiga puluh menit kemudian, sebuah
ambulans tiba di villa. Masih kebingungan dengan apa yang terjadi saat aku
melihat abangku di kejauhan. Ia membawa seseorang di dalam lengannya,
berlumuran noda kemerahan yang begitu kentara di atas kemeja putihnya. Seseorang
yang kuyakin merupakan sumber dari darah itu. Yang harus kuakui mengejutkan
karena itu tunangan abangku....
Tidak seorangpun yang mengetahui
apa yang terjadi pada si wanita cantik di malam tragedi itu. Mereka hanya
menyadari satu dari bintang utama menghilang dari jantung pesta dan mulai
melakukan pencarian. Selebihnya.... masih penuh dengan tanda tanya.
Abangku yang malang hanya mampu
mengulangi kalimat itu secara konstan dengan tangis bisu, “maafkan aku....”
Pasti sangat sulit diterima akal sehat, bukan? Wanita yang dalam beberapa hari
ini akan menjadi pendamping hidupnya mengalami kecelakaan yang merengut
pengelihatan dan pendengarannya sudah tentu bukan hal indah yang ingin dicerna.
Wanita cantik itu tetap bertahan
dalam kondisi koma selama tiga hari, sebelum akhirnya ia tertidur untuk
selamanya dalam kedamaian. Hari itu, untuk pertama kalinya aku melihat abangku
yang begitu rapuh, hancur.... Tak setetes pun air mata keluar dari sepasang
mata sendu itu. Bukan berarti ia tak berduka, hanya saja sudah terlalu lelah
bersedih hingga memutuskan untuk bungkam. Semua kesedihan itu sudah tertelan
oleh hampa.
“Bang Ryan, ini sarapanmu....”
Abangku hanya menoleh dan tersenyum
sekilas dari atas tempat tidurnya. Aku ingin menangis, sungguh. Ia samasekali
tak terlihat sehat. Wajahnya yang pucat dan tirus, matanya terlihat lelah dan
tak lagi bernyawa. Padahal sudah setahun berlalu sejak kepergian tunangannya
yang tercinta, tapi abangku masih belum berhasil bangkit dari kesedihannya yang
berlarut-larut.
“Mau aku suapi? Nasi goreng
kesukaan Bang Ryan dengan resep rahasiaku! Nah, buka mulutmu, ya....”
Ia menghalangi sendok itu mencapai
mulutnya lalu menggeleng lemah padaku. Dengan berat hati kuletakkan kembali
sendok itu ke atas piring dan memindahkannya ke meja. Tanpa mampu menahan
perasaan ini lebih lama, aku memeluknya erat dan menangis. Air mata ini....
Kesedihan abangku yang tak mampu disuarakannya. Sudah terlalu lama ia mengunci
emosi ini dan merusaknya, perlahan namun pasti. Aku... tidak sanggup melihat
abangku yang dihancurkan oleh duka. Tidak....
“Bang Ryan, kumohon jangan terus
begini.... Aku merindukan Bang Ryan yang dulu. Bang Ryan yang selalu memasang
senyum penakluknya tanpa ragu. Kemana abang yang dulu? Kumohon, sadarlah!”
“Dia sudah tiada, adikku
tersayang....” Ia membalas pelukanku, berusaha mengapitku sekuat tenaga di
dalam lengannya yang kurus. Tetap berusaha menahan duka itu di dalam dirinya.
Apakah kalian ingin mengetahui hal
apa lagi yang kupelajari dari abangku? Bahwa casanova tak ubahnya patung kaca yang mudah hancur saat miliknya
yang berharga direnggut darinya. Sekeji apapun balas dendam yang mereka
mainkan, pada akhirnya mereka akan tetap hancur. Karena hati casanova tak terlalu jauh berbeda dengan
hati wanita....
Mereka... Rapuh....
**
[THE END]
No comments:
Post a Comment